Rabu, 28 Mei 2014

UU NO. 17 TH.2012 tentang Perkoperasian, diputus MK tidak berlaku



Ketua Mahkamah Konstitusi Hamdan Zoelva memimpin majelis hakim yang menangani permohonan pengujian Undang-Undang No.17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian dan memutuskan undang-undang itu tidak lagi memiliki kekuatan hukum mengikat. (ANTARA FOTO/Fanny Octavianus)
Undang-Undang No. 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian berlaku untuk sementara waktu sampai dengan terbentuk undang-undang yang baru

Jakarta (ANTARA News) - Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan Undang-Undang No.17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan tidak lagi mempunyai kekuatan hukum mengikat.

"Undang-Undang No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian berlaku untuk sementara waktu sampai dengan terbentuk undang-undang yang baru," kata Ketua Majelis Hakim Konstitusi Hamdan Zoelva saat membacakan amar putusan di Jakarta, Rabu.

Dalam pertimbangannya, hakim menyatakan bahwa filosofi dalam Undang-Undang Perkoperasian ternyata tidak sesuai dengan hakikat susunan perekonomian sebagai usaha bersama dan berdasarkan asas kekeluargaan yang termuat dalam Pasal 33 ayat (1) UUD 1945.

"Pengertian koperasi ternyata telah dielaborasi dalam pasal-pasal lain di dalam Undang-Undang No. 17/2012, sehingga di suatu sisi mereduksi atau bahkan menegasikan hak dan kewajiban anggota dengan menjadikan kewenangan pengawas terlalu luas," kata anggota Hakim Konstitusi Maria Farida Indrati.

Ia juga mengatakan bahwa undang-undang itu mengutamakan skema permodalan materiil dan finansial serta mengesampingkan modal sosial yang menjadi ciri fundamental koperasi sebagai suatu entitas khas pelaku ekonomi berdasarkan UUD 1945.

Pada sisi lain, lanjutnya, koperasi menjadi sama dan tidak berbeda dengan perseroan terbatas dan kehilangan roh konstitusionalnya sebagai entitas pelaku ekonomi khas bagi bangsa yang berfilosofi gotong royong.

"Menurut mahkamah, permohonan pemohon hanya mengenai pasal tertentu, namun oleh karena pasal tersebut mengandung materi muatan norma subtansial yang menjadi jantung UU No. 17/2012 sehingga jika hanya pasal-pasal tersebut yang dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai hukum mengikat maka akan menjadikan pasal-pasal lain tidak dapat berfungsi lagi," jelas dia.

Permohonan pengujian terhadap UU No. 17/2012 diajukan oleh Gabungan Koperasi Pegawai Republik Indonesia Provinsi Jawa Timur; Pusat Koperasi Unit Desa Jawa Timur; Pusat Koperasi Wanita Jawa Timur; Pusat Koperasi An-nisa Jawa Timur; Pusat Koperasi BUEKA Assakinah Jawa Timur; Gabungan Koperasi Susu Indonesia; Agung Haryono; dan Mulyono.

Mereka meminta mahkamah menguji Pasal 1 angka 1, Pasal 50 ayat (1), Pasal 55 ayat (1), Pasal 56 ayat (1), Pasal 66, Pasal 67, Pasal 68, Pasal 69, Pasal 70, Pasal 71, Pasal 72, Pasal 73, Pasal 74, Pasal 75, Pasal 76, Pasal 77, Pasal 80, Pasal 82, dan Pasal 83 dalam undang-undang tersebut.

Koalisi LSM untuk Demokratisasi Ekonomi dan perorangan juga mengajukan permohonan pengujian undang-undang tentang koperasi.

Mereka meminta mahkamah menguji Pasal 1 angka 1, Pasal 1 angka 11, Pasal 1 angka 18, Pasal 3, Pasal 5 ayat (1), Pasal 50 ayat (1) huruf a, Pasal 50 ayat (2) huruf e, Pasal 55 ayat (1), Pasal 56 ayat (1), Pasal 63, Pasal 65, Pasal 66 ayat (2) huruf b, Pasal 75, Pasal 76, Pasal 77, Pasal 115, Pasal 116, Pasal 117, Pasal 118 dan Pasal 119.

Para pemohon menilai sejumlah pasal yang mengatur norma badan hukum koperasi, modal penyertaan dari luar anggota, kewenangan pengawas dan dewan koperasi dalam undang-undang tersebut telah mencabut roh kedaulatan rakyat, demokrasi ekonomi, serta asas kekeluargaan dan kebersamaan yang dijamin konstitusi.
Editor: Maryati
                              ketua pkpri Bojonegoro Kadar mejeng dengan ludfi di depan MK
                                                     pada saat hadir di persidangan MK
                                   dalam rangka acara sidang gugatan Y.R. uu no.17 th 2012

Rabu, 12 Februari 2014

Menangkap Peluang BisniS



Menangkap Peluang BisniS

Dalam mengembangkan suatu usaha atau mau memulai suatu usaha bisnis, ada dasar pemikiran yang perlu dilakukan. Dasar pemikiran tersebut, sudah menjadi pola pemikiran banyak pelaku bisnis yaitu yang kita kenal dengan analisis SWOT.


Analisis SWOT itu gampangnya adalah dengan melakukan pengkajian yang menyangkut hal -hal yaitu:

- Kekuatan (STRENGTHS)
- Kelemahan (WEAKNESSES)
- Peluang (OPPORTUNITIES) dan
- Tantangan (THREATS)

Jadi jika akan memulai atau mau mengembangkan pola bisnis, perlu melakukan analisis atau mengenali tentang :
1. Kekuatan yang ada pada dirinya atau lembaganya . Hal ini menyangkut kekuatan permodalan, sdm, perangkat usaha dan semacamnya. Jadi hal ini menyangkut faktor internal.
2. Kelemahan yang ada pada dirinya atau lembaganya. Dalam hal ini mengenali tentang kelemahan atau kekurangan yang ada di intern, semisal bagaimana tentang kemampuannya, tentang aksesnya, tentang sumber permodalannya, dan lain-lain.
Nah itu tentang kekuatan dan kelemahan adalah terkait dengan kondisi internal.

 Lalu berikutnya yaitu:
3. Peluang; disini terkait dengan faktor atau kondisi external. Semisal perlu dikenali bagaimana adanya peluang akan pasar, konsumen, market. Adanya peluang sumber daya untuk menyikapi kelemahan; adanya peluang pengembangan kedepan .
4. Tantangan; hal ini juga perlu dikenali bagaimana dengan kemungkinannya adanya kompetitor, pesaing, adanya kondisi iklim bisnis , tentang kondisi sumber daya , baik SDM  maupun SDA, dsb.
Faktor tersebut atau unsur-unsur tersebut perlu diinventarisir bisa dalam pemikiran maupun dalam bentuk tabulasi data. lalu dianalisis kemungkinan-kemungkinannya . Banyak mana akan adanya kemampuan dan peluang, dibanding dengan adanya kelemahan dan tantangan yang ada atau yang diestimasikan.

Demikian sedikit sharing ulasan pemikiran.

Jadi dengan analisis SWOT akan mampu mengarahkan kemampuan dan pilihan serta optimisme dalam memulai atau dalam mau mengembangkan usahanya. lalu setelah menentukan pilihan atau decetion making, lakukanlah action/aktivitas dengan mengetrapkan management sesuai fungsi management yang meliputi Planning, Organizing, Actuating dan Controling disingkat POAC.
Salam writer

Selasa, 04 Februari 2014

UPAYA MENGURANGI RESIKO TERJADINYA KREDIT MACET



UPAYA MENGURANGI RESIKO TERJADINYA KREDIT MACET

                Dalam hal memberikan pinjaman kepada anggota, koperasi perlu menganalisa kelayakan dan kepantasan anggota untuk menerima pinjaman. Ada hal yang sangat prinsip perlu dianalisa oleh pengelola sebelum mengambil keputusan terkait pemberian pinjaman, yakni analisa 5C.

                Lima (five) C adalah lima prinsip dasar yang dianalisakan kepada seseorang sebelum diputuskan untuk diberikan pinjaman yaitu:  character, capacity, capital, condition of economic, and collateral.
                C Pertama, character. Analisa dalam hal ini lebih melihat kehidupan pribadi sehari hari ditekankan kepada perilaku pergaulan serta etika moral (contoh dalam hal menepati janji,perbuatan tidak tercela dll).     
               C Kedua, capacity. Yaitu kapasitas orang untuk diberikan kredit perlu diteliti baik dari sisi  mengelola dana / usaha maupun kemampuan bayar kewajiban.
                C Ketiga, capital. Analisa  tentang  kekayaan/modal  yang dimiliki oleh calon peminjam keterkaitannya ketersediaan dapat mebayar kewajiban bila terjadi persoalan.
               C Keempat, condition of economic. yaitu analisa situasi ekonomi local dan regional factor kondisi external perlu menjadi pertimbangan, karena ada usaha sangat tergantung dengan kondisi perekonomian.
               C Kelima, collateral. Ini terkait adanya agunan, peminjam dapat memberikan agunan untuk menjamin kredit yang  diterima.

                Rumusan 5C diatas berlaku di dunia perbankan  yang disesuaikan dengan kemajuan zaman. Sebetulnya prinsip tersebut bersifat universal dapat diaplikasikan oleh  semua lembaga yang memberikan pinjaman, adapun kadar penerapan antara satu dengan yang lain berbeda, sesuai dengan kepentingan dan kondisi dunia usaha masing-masing.

PENGETRAPAN RUMUSAN 5C DI KOPERASI
                Gerakan kopersai dapat mencontoh rumusan 5C diperbankan, tentunya disesuaikan dengan kondisi koperasi serta anggota masing-masing. Untuk C pertama sampai ketiga dapat diaplikasikan kepada semua anggota koperasi yang ingin meminjam.
                Sedangkan pada C keempat khusus koperasi fungsional (KP-RI, Kopkar, Primkopad, Primkoppol,dll) lebih pada keberadaan anggota yakni instansi tempat bekerja, rotasi pegawai dan masa pensiun perlu dicermati. Apabila di tempat bekerja tersebut rotasi sering terjadi yang berakibat pindah tempat menerima gaji, perlu analisa lebih dalam bagaimana nanti anggota membayar kewajiban, termasuk setelah pensiun.
                Untuk C kelima yakni collateral, dapat diterapkan sesuai kebijakan koperasi masing-masing. Mungkin ada peraturan koperasi yang tertuang dalam AD/ART bahwa anggota yang mempunyai usaha produktif dapat memperoleh pinjaman lebih besar dari anggota lainnya, dengan syarat menyerahkan collateral (agunan).

PERLU ADANYA S.O.P. UNTUK RENCANA DAN REALISASI PINJAMAN
                Hal lain, yang juga penting dalam hal pengelolaan pemberian pinjaman kepada anggota koperasi adalah perlunya ada aturan khusus yang baku semacam              standar operasi prosedur (SOP)  agar  semua pihak dapat menjalankan tugas dan fungsi masing – masing. Untuk itu koperasi membuat ketentuan yang dapat dilaksanakan dan mengakomodasi semua pihak. Ketentuan yang dibuat dapat disahkan dalam rapat anggota tahunan (RAT), atau juga tidak perlu pengesahan RAT karena alat kerja pengurus yang dinamis dipengaruhi keadaan ekonomi, social, politik dll sehingga akan ketinggalan apabila menunggu pengesahan  RAT (misal penetapan suku bunga dan jangka waktu itu sangat dipengaruhi oleh sumber dana pihak ketiga).
                Ketentuan yang dibuat dalam SOP tersebut sangat bervariasi tergantung kondisi koperasi masing-masing. Hal-hal pokok yang dapat diatur Antara lain:
1)      Status anggota calon peminjam, sudah berapa lama menjadi anggota, bagaimana pembayaran simpanan pokok & wajibnya. Jumlah simpanannya sebagai dasar pemberian besarnya pinjaman.
2)      Maksimal kredit yang dapat diberikan, perhitungannya bisa perbandingan total simpanan, kemampuan gaji, prospek usaha bila anggota punya usaha dll.
3)      Tingkat suku bunga dan jangka waktu, sebelum menetapkan ketentuan perlu kaji betul sumber keuangan koperasi, bila sumber keuangan dana sendiri (simpanan pokok, simpanan wajib, simpanan lain) lebih leluasa membuat aturannya karena dana sendiri tidak ada kewajiban kepada angggota mengembalikan simpanan sepanjang masih tetap menjadi anggota. Apabila sumber dana dominan dari pihak luar (bank, lembaga lain), perlu mengikuti ketentuan dari yang punya dana. Untuk jangka waktu, sebaiknya jangka waktu kredit selaras dengan jangka waktu sumber dana
4)      Agunan atau jaminan untuk koperasi fungsional dimana anggota berpenghasilan tetap (PNS,pegawai BUMN/Swasta ), yang dibutuhkan adalah jaminan ketersedian gaji untuk membayar cicilan, apabila ada satu kebijakan kopersai untuk memberikan pinjaman cukup besar perlu diminta agunan kebendaan. Sebaiknya kopersai non fungsional perlu mempertimbangkan untuk meminta agunan, mengingat anggotanya tidak berpenghasilan tetap.

KETENTUAN PROSEDUR DAN PERSYARATAN ADMINISTRATIF

Hal lain yang perlu diatur,  dalam pengambilan keputusan kredit tidak tergantung kepada seorang pengurus. Sebaiknya mekanisme pemberian kredit juga perlu mengatur semua pihak bertanggungjawab. Sehingga kemajuan koperasi dapat terlibat dan anggota yang mendapat pinjaman dapat  dipantau.
                Prosedur permohonan dan pemberian kredit perlu dibuat agar anggota calon peminjam tahu persis prosesnya, misal:
 a) Permohonan tertulis diketahui oleh pemimpin instansi (formulir disediakan koperasi ).
 b) Permohonan masuk, diagenda di sekeretariat koperasi.
 c) Pengurus mengadakan rapat untuk memutuskan kredit atas permohonan yang masuk dan dibuat   
     risalah rapat , sehingga keputusan ini merupakan keputusan bersama.
d) Dibuatkan persetujuan permohonan pinjaman dan dilakukan Akad Kredit antara pengurus dengan  
     anggota peminjam yang diketahui  oleh suami/istri serta dimintakan foto copy KTP istri/suami.
e) Dana dicairkan apabila semua syarat dipenuhi.

                Dengan instrument analisa 5 C, adanya peraturan SOP, serta aturan mekanisme dan persyaratan administrative, maka  pelayanan pemberian pinjaman kepada anggota dan pengelolaan pinjaman menjadi lancar, tertib, terkontrol dan tidak terjadi kredit macet atau bermasalah.
                Namun perlu juga disadari, bahwa tidak mutlak ada  satu jaminan kepastian dalam pemberian kredit  akan berjalan  lancar, semua yang dapat dilakukan adalah memperkecil resiko kredit macet, pinjaman tak terbayar.


Resume oleh: Luk